Tuesday, December 12, 2006

Ibu dari Segala Ibu

Ibu Dari Segala Ibu

Oleh: Luky Hari Wibowo

Ibuku...

Delapan belas tahun silam

Saat bapak dipenjara

Menenteng keempat anaknya

Menyusuri jalan gelap

Menjadi babu

Dari rumah ke rumah

Saudara-saudara bapakku

Ibuku...

Sebelas tahun silam

Saat bapak terseret-seret

Tak bisa tersenyum

Karna pahit dan getir

Tanpa stelan layak

Dan riasan di wajahnya

Berjalan tak tentu arah

Ibuku...

Di tahun-tahun sebelumku

Entah apa lagi

Hanya kisah-kisah haru kudengar

Dari orang-orang sebelumku

Mulai kisah cita-citanya yang kandas

Keperawanannya yang terkoyak

Dan kepasrahan terhadap nasib

Ibuku...

Dari tahun ke tahun

Saat hidup bersama bapakku

Tak selalu bernafas lega

Hanya bisa memeluk keempat anaknya

Membesarkan hati keempat anaknya

Menyerahkan jiwa dan raganya

Untuk suami dan keempat anaknya

Ibuku...

Tahun ini

Ditinggal mati bapakku

Tidak sedih tidak bahagia

Hanya cukup bernafas lega

Hidup di puing-puing reruntuhan

Sisa-sisa buah karya bapakku

Bapak yang kami cintai

Surabaya, 17 Nopember 2006

Buat mama, kakak-kakak, adik dan papa di surga

Begini saja Kita Berpikir Tentang Tuhan

Begini Saja Kita Berpikir tentang Tuhan

Oleh: Luky Hari Wibowo

Dia tidak bercerai

Dia tidak menyatu

Dia menyertai

Tidak untuk dicari

Tapi untuk dikenali

Surabaya, 18 Nopember 2006

Tarian Jiwa

TARIAN JIWA

karya duet Iin dan maria

( Lampu menyorot siluet ) Pada siluet berbingkai pigura kuno terdapat 2 sosok bayangan wanita yang sedang menari dan berteriak ( “ Aaaaaaah... aku bosan dengan semua ini” ) Mengalun irama musik R&B atau sejenisnya yang mengiringi wanita itu hingga tiba2 tariannya mulai terlihat aneh dengan gerakan-gerakan seperti orang kesetanan, mencekam, menakutkan.

( Di depan siluet terdapat kursi panjang mengarah ke siluet )

Datang dari penonton dengan membawa senter dua sosok manusia yang menyaksikan adegan itu dan mengamati gerakan demi gerakan siluet sambil berbisik-bisik.

( Kerampakan dipadu gerakan – gerakan )

Orang 1

“Eeeh Sssstt.... Lihat ada yang bergerak-gerak ” ( Wajah penasaran sambil menatap orang 2 )

Orang 2

“Ooi....Goyangannya.....Tubuhnya....Gerakannya menjeratku dalam fantasi tak berbatas , Woou erotis” ( Terbelalak kagum seperti sudah masuk dalam fantasinya sendiri )

Orang 1

“Hey...!!!Apa yang telah sembunyikan dari balik bingkai itu hingga layaknya kau tersihir akan pesonanya.” ( Jengkel, cemburu bercampur menjadi satu )

Orang 2

“Hua...ha....ha...Gila...aaa ( Tertawa terpingkal-pingkal tanpa memperdulikan Orang 1 ). Benar-benar dapat membangunkan emosi.”

Orang 1

“Iya...hingga kaupunmemandang tak berkedip apalagi menghitamkan pesona mereka dikelopak matamu.”

Orang 2

Huuss....Berisik!!! Kau selalu mengganggu dalam keterpulasanku saat dibuai rembulan”

Orang 1

“Eeh...Ingin kukuasai malam dan kurangkul rembulan yang selalu saja bersinar itu.”

Orang 2

“Ha..ha..ha..( Tertawa ) Kau iri pada mereka karna tubuhmu mirip buntelan” ( Sambil sinis )

Orang 1

“ Apa...?!? Buntelan kau bilang ?!. ( Marah )

Orang 2

Hua...ha...ha...( Ngakak ) Hua...ha...ha...ha...ha...( Sambil bertingkah mengejek )

Orang 1

“ Heh...( Marah ) Perlu kau tau pesonaku tergambar dalam setiap bait demi bait puisi termegah dalam sanubari para pujangga ( Sambil ikut bergerak bersama orang ke 2 menguasai panggung )

Orang 2

“ Kebimbanganku mendekap pada kejijikan, menghantarku berpulang diatas asmara kebencian yang telah kau putar melalui nadi – nadi darah yang mengalir “

Orang 1

( Marah, tersingung) “Oooh...Tega sekali kau bilang begitu”

Kemudian tiba-tiba tubuh Orang 1 bergerak-gerak. memukul Orang 2. Setelah duduk dia bangkit dari kursi panjang, Orang 1 membalas, terjadi explorasi dan bermain kerampakan dengan kursi panjang seperti berdialog tapi mengunakan gerakan tubuh( Gerakan seperti pertengkaran anjing dan kucing dengan diiringi erangan kucing dan longlongan anjing).

Tiba-tiba datang wanita memakai gaun kuno memasuki panggung (Diiringi musik yang mencekam, lampu yang mati nyala)

Wanita

“Eeeeeh...Kenapa kalian berdua bertengkar??? Seperti anjing dan kucing saja, seharusnya kalian saling menyayangi.”

( Berusaha melerai )

Orang 1 dan 2 kaget dan terhenti sambari mengamati wanita itu dengan detail, melotot seperti tidak suka ada yang mencampuri.

Orang 1

“Siapa kau?!?Aku belum melihatmu sebelumnya??”

Orang 2

“Aah....Persetan....dengan siapa dirimu. Kenapa kau campuri urusanku??”

( Menunjukan sikap tidak suka )

Wanita

“Aneh....kalian kulihat dari tadi seperti anjing dan kucing. Apakah aku salah melerai kalian?”

Orang 1 dan 2

“Tidak!!! (Membentak) Tapi kau telah menggangu urusan kami”.

Wanita

“Menganggu? Aneh anak muda zaman sekarang. Apakah aku salah melerai kalian berdua!!! (Sambil menangis dan teringat akan masa mudanya). Seharusnya kalian memberikan yang terbaik untuk bangsa ini, menaburkan cinta untuk jagat raya ini. Bukannya bermain api yang membara dan mencoba untuk meledakkan sesuatu dengan kepalan – kepalan kalian . Kalian bukanlah musuh yang berperang dengan lidah ataupun dengan membenci. Memang aku sudah usang dan dimata kalian aku adalah penggangu, namun aku pernah juga melewati hidup.( Mulai menangis ) Dan ada yang kusesali.” ( Seperti ada segurat penyesalan yang dalam )

Orang 1 dan 2

“Apa....melewati hidup??”( Sambil berhadap-hadapan dengan muka heran )

Wanita

“Aku menyesali! Kenapa aku dulu, tidak penuh cinta dan hanya mementingkan materi saja, sehingga aku hidup sendiri sampai tua lapuk tak berdaya.....”

Orang 1

“Tua??? Tubuhmu masih muda dan masih segar bagai apel ranum yang baru dipetik.”

Wanita

“Aku..........” ( Menangis )

Suasana tiba-tiba hening, lampu mulai redup dan hawa yang mencekam membuat bulu kuduk berdiri. Hingga didepan kedua orang tersebut terlempar sebuah poster yang mengisyaratkan bahwa wanita itu sudah tidak ada. Foto-foto dan poster yang sudah usang.

Saksikan Penari Terbaik & Cantik

SOEROBJO

di Galeri Seni Soerobdjo

23 nov 1877

Orang 1 dan 2

“Aahh..aahh...ada sesuatu yang aneh...Sepertinya......Aaah...”(Ketakutan, tergugup –gugup menyadari bahwa wanita itu ternyata dari dunia lain. Diiringgi musik yang makin mencekam menunjukan ke-ngerian)

Siluet kembali menyala dan dua sosok wamita menari-nari, sambil diiringi alunan musik gamelan dan sorakan pengemar, bertepuk tangan meriah (Seting kembali ke masa lalu, mengambarkan kejayaan wanita itu).

Lampu mati sejenak, kemudian musik berganti aliran R&B atau Hip-hop dengan DJ Performance, menandakan zaman telah berubah, tiba-tiba datang pemuda dengan dandanan rapi

Pemuda

(Sambil menggerutu) “Zaman telah dikotori budaya barat, banyak yang imitasi. Bangsa sudah kehilangan jati diri budaya. Kini tak lagi ada senyum yang tertebar diantara kepala – kepala nomer satu. Inilah evolusi dari kemunafikan para setan. Inilah perubahan dari mereka yang menanam serbuk – serbuk pembius dan menuai berjuta tangis para buyung dan alirkan kejernihan sungai merah dari mereka para jejaka neraka yang mencetak piringan hitam tentang tubuh mereka sendiri, dan mereka para cecunguk pengecut melempar berjuta ari – ari kedalam sumur api.”

Terlalu

TERLALU

By tantri


Arrrgggghhhhhhh………….

Aku

Bosan

Jengah

Kamar ini tak mampu

Menampung erangan

Kesakitan

Seharusnya

Puluhan tahun

Ratusan bulan

Ribuan minggu

Sampai jutaan menit

Aku habiskan

Dikamar laknat

Tapi kutak mampu

menyeret langkahku

untuk segera pergi

dari sini

seakan ada suara parau

yang memanggilku

menarikku

dengan mantera-mantera

dengan jampi-jampi

aku tak mampu mengangkat

tubuh malasku

dari ranjang reot ini

aku tak mampu mengajak

sepasang tangan ini

untuk meraih setangkup air

agar mata sembab segera terbasuh

kamar ini

terlalu

sulit untuk

di tinggalkan

terlalu

berat untuk

dilupakan

terlalu

terlalu

terlalu

Hari ini kumulai hari seperti biasanya,

tak ada yang lain

.kubangun lalu kubasuh mukaku dengan setangkup air sumur

yang kurasa lebih mempunyai rasa peri-ke-airan

daripada air made in pemerintah yang amis dan kuning di musim kemarau

dan keruh di musim hujan.

setelah air sumur yang tawar menyentuh lubang pori2 wajahku kuraih handuk

untuk menyapu bulir2 air sebelum menetes ke ubin.

huh…!

kumulai hari ini tanpa sesuatu yang berbeda.

Bekerja..bekerja..bekerja.

Kuselalu berusaha untuk nyaman melalui hari

yang ……bisa ku tebak..bakalan MEMBOSANKAN!

Yach…aku hanya anak seorang janda pensiunan guru SD

yang ga punya balungan wong sugih

itu yang selalu di sikapkan

oleh ibu-disikapkan-karena memang tidak pernah terungkap

oleh kata tapi tercontoh oleh sikap.

Terkadang aku ingin bermain tanpa bekerja,

tapi aku malu-bukan karena bermain-

tapi karena untuk bermain aku tetap butuh biaya hidup

dan sebagai manusia dewasa aku malu

untuk memintanya(lagi)

dari gaji pensiunan seorang guru SD.

Saat ini sesungguhnya aku pun masih malu

karena masih tetap numpang

makan, tidur,mandi sampai berak dan kencing

di rumah seorang janda pensiunan guru SD.

Tapi untungnya rumah beliau

bukanlah sebuah rumah warisan

dari almarhum suaminya-alias bapak saya-

tapi rumah yang telah dimilikinya sebelum menikah dengannya,

atau mungkin yang telah dimiliki jauh sebelum bertemu dengan bapakku.

Hari harus tetap berjalan dan harapan akan jadi kenyataan,

atau harapan akan jadi sesal…

hanya gerusan waktu yang akan memilih.

Naskah TOHIR

Tohir Gantung Diri

Karya: Luky Hari Wibowo

Babak I

(Setting kompleks kuburan. Tali bunuh diri menggantung di pohon kamboja. Di bawahnya ada level kecil tempat Tohir berdiri. Suasana sunyi menjelang Maghrib)

Tohir:

Malam ini nanti, aku tidak akan menunda-nunda lagi. Niatku sudah bulat. Persetan dengan efek yang bakal mengimbas keluargaku dan orang-orang di sekitarku. Hati ini benar-benar sakit. Oh Leila… kini kau akan menyaksikan, betapa aku mencintaimu dengan segenap jiwaku. Hingga aku rela mati demi kebahagianmu. Oh, Leila… buat apa aku hidup, kalau hanya untuk melihatmu jalan berdua dengan Ismoyo. Bukankah selama ini kita telah memadu kasih? Kau sungguh mengecewakanku Leila. Dan kau Ismoyo… dasar ular bludak! Tega benar kau menikam aku dari belakang. Nanti kalau aku sudah mati, arwahku bakal gentayangan, membikin perhitungan denganmu!

(Sosok perempuan tua muncul sambil membawa sapu lidi panjang, sedang menyapu kompleks kuburan. Dia tampak ngomel-ngomel sendiri)

Mbok Jum:

(Tersentak) Heh, wong edan! Surup-surup kok ngomel-ngomel sendiri di kuburan. Ayo, pergi!

Tohir:

Eh, mbok Jum… (Gugup)

Mbok Jum:

Lho, kamu kok tahu namaku?

Tohir:

Ya, tahu. Sayakan…

Mbok Jum:

Eh… eh, kamukan Tohir, anaknya mak Romlah, bakul tempe itu kan?

Tohir:

Iya, mbok.

Mbok Jum:

Mau apa kamu? Ayo mulih! Kasihan makmu sejak tadi pagi sudah antri untuk ambil dana kompensasi BBM. Pergi sana!

Tohir:

Aduh, mbok… saya di sini itu mau…

Mbok Jum:

Mau nggrandong ya? Mau cari nomerkan?

Tohir:

Yang mau nggrandong itu siapa?

Mbok Jum:

Ya, kamu! Wiswis… nggak usah pakai gini-ginian. Ayo, mulih! Kasihan makmu.

Tohir:

Aduh, mbok… sampeyan itu bikin drop mental saya. Buyar suasana hati yang sudah saya bangun sejak tadi pagi. Rencana saya bisa kacau.

Mbok Jum:

Eh… eh… masih mau mangkir? Wis, gak usah! Sebagai juru kunci, saya tidak rela kamu nggrandong di sini. Pergi! Sana, cari tempat-tempat angker lainnya!

Tohir:

Tapi saya ini tidak sedang nggrandong, mbok…

Mbok Jum:

Sudah yo le… tobat. Lama-lama kamu bisa jadi penghuni kuburan sini, kalau masih suka nggrandong.

Tohir:

Nah, itu! Saya memang sedang mempersiapkan diri untuk jadi penghuni tempat ini, untuk selamanya.

Mbok Jum:

Se’ to le… maksudmu itu apa?

Tohir:

Mbok Jum nggak lihat, ada tali gantungan di sini? Saya ini sedang bersiap-siap untuk gantung diri.

Mbok Jum:

Edan! Bocah gemblung (kaget bukan main)

Tohir:

Saya memang gemblung. Tapi saya tidak edan. Saya sadar. Saya waras.

Mbok Jum:

Lha kenapa? Terus… makmu… Romlah… Masya allah… Aku harus cepat-cepat kasih tahu orang-orang. (bergegas)

Tohir:

Lho, mbok! Jangan! (panik)

Mbok Jum:

Tolong… tolong… Tohir mau gantung diri…

Tohir:

Aduh, kok jadi ruwet begini. Daripada rencanaku bubrah, aku eksekusi kamu!

(Dengan cepat Tohir menyergap mbok Jum, kemudian menggantungnya. Mbok Jum tewas seketika. Mayatnya dikubur di kompleks kuburan itu juga. Adegan nampak kesan saja. Berlangsung cepat dengan lampu mati-nyala)

Babak II

(Mbok Jum berdiri di bawah tali gantungan dengan cahaya merah. Dia nampak sebagai arwah. Ucapan-ucapannya tak terdengar pemain-pemain lain. Tohir semakin gelisah)

Mbok Jum:

Heh, Tohir! Bajigur kamu! Yang punya niatan matikan kamu, kenapa justru aku yang kau korbankan. Dasar anak muda jaman sekarang! Ngawur! Tidak bertanggung jawab! Terlahir dari bangsa apa kamu ini?

Tohir:

Aduh… mbok Jum… mbok Jum… kok jadi kamu yang mati. Dasar usil! Sudah tua, bawel!

Mbok Jum:

Tuh, lihat! Sudah membunuh, masih menyalahkan. Bocah keblinger!

Tohir:

Lihat kamu mati, aku jadi takut mati. Apa sebaiknya kuurungkan saja niatku gantung diri?

Mbok Jum:

Eh… eh… kebangetan! Jaman sekarang semakin jarang saja kujumpai ksatria di negeri ini. Yang sering muncul, justru manusia-manusia plin plan macam Tohir. Duh, gusti…

(Tiba-tiba tak terduga Leila muncul berjalan menyusuri kompleks kuburan)

Leila:

Lho, mas Tohir!

Tohir:

(Kaget dan heran) Leila! Kamu… kok… ada di sini…

Leila:

Iya, mas. Kebetulan lewat. Mas Tohir sendiri ada apa di sini?

Tohir:

Saya… anu… saya… mau… eh… (Gugup)

Leila:

Mau apa mas? Kok wajahmu pucat begitu?

Tohir:

Eh… anu… saya baru saja membantu mbok Jum. Eh, maksud saya menggantikan mbok Jum yang pulang kampung. Jadi ya… kecapekan.

Leila:

Oh, ya sudah. Monggo, mas… Eh iya, saya lupa titip pesan buat mak Romlah.

Tohir:

Pesan apa ya?

Leila:

Itu lho, saya mau beli tempe lagi. Kali ini lebih banyak dari biasanya. Mau dimasak sambal tumpang. Bilang mak Romlah, besok saya ambil. Maklum, mas Ismoyo kan lagi ngidam. Untung mintanya cuma sambal tumpang. Aneh ya mas Tohir, saya yang hamil kok mas Ismoyo yang ngidam. Nanti kalau saya melahirkan, jangan-jangan dia yang kesakitan. (Tertawa menyeringai)

Tohir:

(Bengong) Lho, dik Leila hamil berapa bulan.

Leila:

Mas Tohir ini bagaimana sih. Kan sudah lima bulan.

Tohir:

Jadi…

Leila:

Lha ya itu mas Tohir, saya bersyukur sekali bisa punya anak. Setelah lima tahun menanti, ternyata baru nongol sekarang. Padahal kita berdua hampir bercerai, gara-gara sering ribut. Mas Ismoyo mengira saya ini mandul. Mas Tohir… mas…?

Tohir:

(Kaget) Eh… iya… apa? Maaf… saya…

Leila:

Ya sudah, mas. Saya pulang dulu. Nanti kemalaman. Sudah ditunggu mas Ismoyo di rumah. Pesan saya jangan lupa ya. (Pergi berlalu)

Tohir:

Jadi… dia… sudah… hamil… Leila… sudah… lama… menikah... Terus… sebenarnya… kapan kita pacaran… Bukankah… Ya, ampun… aku… (linglung)

Mbok Jum:

Itu tandanya kamu sudah tidak waras. Otakmu itu sudah tidak jalan, Tohir… Tuh, akibatnya terlalu banyak dan lama berkhayal. Jadi bingung menentukan mana yang nyata dan tidak nyata.

Tohir:

Jadi selama ini…

Mbok Jum:

Modar wae! Heh, Tohir! Kembali saja ke rencana semula. Kek! Gantung diri!

Tohir:

Aduh mak… tolong aku mak… mbok Jum… aku…

Mbok Jum:

Oalah… Tohir… Tohir… Kowe iku kesurupan opo to le… kamu sudah membunuh aku, generasi tua yang kau anggap bawel. Sekarang, kamu kok minta tolong aku.

Babak III

(Seluruh ruang panggung gelap. Hanya level tempat Tohir dan mbok Jum yang menyala. Warna netral saja)

Tohir:

Leila… sebenarnya apa yang telah terjadi diantara kita? Apa yang telah terjadi antara kau dan Ismoyo? Atau… diantara kita sebenarnya tidak pernah terjadi apa-apa? Itu hanya cerita usang masa kanak-kanak, yang kemudian terbang melayang, mengangan… Lantas siapa Ismoyo? Dia hadir bak petir di siang bolong, memecah kesunyian alam khayalku, memperjelas potret diriku, yang hanya terlahir sebagai anak bakul tempe

Mbok Jum:

Heh, Tohir! Dasar anak tidak tahu rasa bersyukur! Kau dibesarkan lewat butiran-butiran kedelai yang ditempa, diinjak-injak, hingga dinikmati bangsamu!

Tohir:

Mak, andai kau bukan bakul tempe…

Mbok Jum:

Terus bakul apa? Bakul tanah, rumah, mobil, saham, solar, pulau, nuklir… bakul kehormatan… dodol bongsomu dewe? Kamu sudah gendeng! Bahkan kamu sudah mati!

(sayup-sayup terdengar orang-orang ramai dari kejauhan. Tiba-tiba mendekat. Lampu menyala keseluruhan. Ternyata rombongan pengantar jenazah yang hendak menguburkan mak Romlah)

Orang 1:

Kasihan mak Romlah. Sudah tua masih ikut-ikutan antri pembagian dana kompensasi BBM. Akibatnya…

Orang 2:

Tadi itu, mak Romlah sesak nafas karena berdesak-desakan?

Orang 1:

Bukan hanya karena itu. Tapi juga terinjak-injak. Oalah mak Romlah… mak Romlah… malang betul nasibmu.

Orang 2:

Mana anak-anak laki-laki satu-satunya tidak jelas kemana rimbanya. Tohir… Tohir… ciloko kamu!

(Tanpa diketahui orang-orang Tohir menangis sendiri, meronta-ronta)

Tohir:

Mak… aku di sini… Kenapa semuanya tidak ada yang mendengar? Hei… orang-orang…

Mbok Jum:

Ola opo to le… pakai nangis geruh-geruh segala. Eksistensimu itu antara ada dan tiada. Terdengar dan tidak terdengar. Sebab kamu itu pemuda yang nanggung. Serba magak. Mati ora… urip yo ora…

Tohir:

Mak… lebih baik aku gantung diri saja. Biar bisa ketemu kamu mak. Aku ingin mencium kakimu. Aku juga ingin ketemu mbok Jum. Ingin minta maaf.

Mbok Jum:

Oalah le… le… opo yo iso? Lagi pula mau mati saja kok banyak keinginan. Bocah kok sakarepe dewe!

(Tohir masih berteriak-teriak memanggil mak Romlah dan mbok Jum. Dan masih mengutarakan keinginan-keinginannya yang lain-bisa dikenbangkan. Lampu redup perlahan, kemudian mati)

Tohir:

Mak… mbok Jum… kenapa gelap di sini? Dimana kalian?

Selesai