Monday, March 5, 2007

Sebuah Potret Meja Makan

(POLIGAMI)

by : Luky HW


BABAK I

Maruti:

Halo, selamat pagi! Betul, saya sendiri. Oh… pak RT. Pak Kusmiyanto masih mandi. Ada perlu apa, ya pak? Aduh, maaf lho pak RT. Nanti biar saya kasih tahu.


Kusmiyanto:

Telepon dari siapa?


Maruti:

Pak RT. Sarapan?


Kusmiyanto:

Ada apa? Pagi-pagi sudah ganggu.


Maruti:

Nasi goreng ceplok telur atau roti?


Kusmiyanto:

Roti saja, biar cepat.


Maruti:

Itu lho, minggu besok ada kerja bakti. Ikutlah sekali-sekali. Malu sama tetangga. Kamu, kalau ada kerja bakti selalu nggak pernah kelihatan batang hidungnya. Kopi atau teh?


Kusmiyanto:

Susu.

Maruti:

Habis.


Kusmiyanto:

Kopi. Kenapa mesti malu? Omongan tetangga saja kok didengar.

Maruti:

Ya sudah. Tapi datang ya. Nih, kopinya.


Kusmiyanto:

Eh… jeng Rut… ada yang ingin saya sampaikan.


Maruti:

Apa?


Kusmiyanto:

Anu jeng Rut… Saya mau… Aduh, bagaimana ya memulainya?


Maruti:

Soal apa sih?


Kusmiyanto:

Saya ingin… Aduh, saya khawatir kalau...


Maruti:

Kalau apa? Ya, bicara saja to, mas.


Kusmiyanto:

Saya mau…


Maruti:

Mau apa?


Kusmiyanto:

Tapi jeng Rut jangan kaget dulu lho. Janji. Pokoknya, apa yang saya sampaikan nanti, tolong dicerna dulu dengan seksama. Jangan terburu emosi. Jeng Rut kan perempuan dewasa, cerdas, intelek…

Maruti:

Iya apa... Langsung saja deh!



Kusmiyanto:

Saya… mau… kawin lagi!


Maruti:

(sambil merebut roti) Apa? Kawin lagi?


Kusmiyanto:

Ya, jeng. Kawin lagi. (Maruti merebut kopi) Eh… gini jeng. Akan saya saya jelaskan…


Maruti:

Tulis alasan kamu, kenapa mau beristri lagi, di kertas ini! Serahkan padaku sepulang dari kantor nanti sore! Saya harus segera berangkat. Mobil saya pakai!


Kusmiyanto:

Tapi, jeng Rut…


Maruti:

Jalan kaki saja! Edy… siapkan mobil! Antarkan ibu ke kantor!


Edy:

(dari balik layer) Ya, bu…



BABAK II


Kusmiyanto:

Bagaimana dik Rosmini, betah tinggal di sini?


Rosmini:

Ya, mungkin saya butuh waktu untuk membiasakan diri dengan rumah ini. Termasuk dengan mbak Maruti. Ya kan, mbak?


Kusmiyanto:

Dik Rosmini jangan sungkan-sungkan. Rumah ini adalah rumah kita bertiga. Jadi kalau ada apa-apa, bilang terus terang. Jeng Rut, sarapannya dong.

Rosmini:

Sini mbak Rut, saya bantu.


Kusmiyanto:

Eh-eh, dik Ros duduk saja di sini. Jeng Maruti sudah biasa menyiapkan sarapan sendiri. Ya kan, jeng? Dik Ros cukup memperhatikan saja dulu. Nanti kalau sudah terbiasa dengan rumah ini, baru boleh ikutan nimbrung. Jeng Rut, sarapannya mana?


Maruti:

Sebentar! Ini juga baru selesai.


Kusmiyanto:

Jangan lupa susunya.


Rosmini:

Saya juga susu, mbak Rut.


Maruti:

Tidak ada susu. Pagi ini tukang susunya tidak ke sini.


Rosmini:

Lho, kenapa?


Maruti:

Entahlah. Mungkin sapi-sapi betina sedang ngambek, nggak mau diperas lagi susunya.


Rosmini:

Kok jadi kayak buruh, pakai ngambek segala.


Maruti:

Ya, beda. Kalau itu mogok, bukan ngambek. Penyebabnya saja yang sama, sama-sama diperas.


Kusmiyanto:

Kalau sapi betina ngambek, kenapa tidak peras susu yang jantan saja?


Maruti:

Ya, peras saja susumu! Bisa ngga?


Kusmiyanto:

Oh… ya jelas nggak bisa dong, jeng.


Maruti:

Nah, itulah persamaannya kamu dengan sapi jantan.


Kusmiyanto:

Ya sudah, kopi saja.

Rosmini:

Saya juga, mbak.


Kusmiyanto:

Selebriti asal Surabaya, Laras Kobe, digugat cerai suaminya.” Wah, berita hangat nih. “Alasan sang suami menceraikan Kobe, begitu artis berparas cantik ini akrab dipanggil, karena hingga usia perkawinannya yang ke tiga tahun, mereka tidak juga dikaruniai anak. Menurut penuturan sang suami, Kobe-lah yang bermasalah…”


Maruti:

Sudah, ah. Pagi-pagi baca berita begituan. Baca yang lain saja. Dasar, wartawan infotainment. Orang cerai ya ditulis.


Rosmini:

Hus! Hati-hati kalau bicara soal wartawan lho, mbak. Saya ini juga wartawan.


Maruti:

Tuh kan, gampang tersinggung. Oalah… wartawan jaman sekarang…


Rosmini:

Maksud mbak Maruti ini apa, sih?


Maruti:

Maksud saya, apa tidak ada berita yang lebih berbobot dari sekedar berita perceraian seorang artis yang baru satu dua kali nongol di TV. Misalnya, berita tentang artis-artis berprestasi kek, apa kek…


Kusmiyanto:

Sudah… sudah, jangan berdebat. Aku baca berita yang lain saja. “Artis papan atas Naya Titania diceraikan suaminya yang juga seorang artis terkenal, Raymond A. S., justru karena banyak anak. Sebab, dari sekian banyak anaknya, ditengarai ada beberapa yang bukan buah dari Raymond, melainkan…”


Rosmini:

Hus! Wah, ngacau betul wartawan itu. Padahal, seminggu lalu saya wawancara dengan mereka berdua untuk rubrik profil majalah saya. Mereka itu keluarga bahagia.


Maruti:

Hemm… ya itu, jurnalisme amburadul.


Kusmiyanto:

Jeng Rut… Ya sudah, baca ini saja…


Rosmini:

Nggak usah dibaca, kalau hanya akan menimbulkan perdebatan.


Maruti:

Lho, kenapa tidak?


Kusmiyanto:

Dik Ros tidak perlu khawatir. Wong ini cuma berita tentang komersialisasi pendidikan yang terjadi di U-P-…

Maruti dan Rosmini:

Hus!



BABAK III

Dumilah:

Wah, seru ya tingga di sini. Ramai. Aku senang banget lho, mas.


Kusmiyanto:

Betul begitu dik Milah? (Dumilah mengangguk) Ya, syukur kalau begitu. Sebagai istri yang paling muda, kamu wajib menghormati istri-istri yang lebih tua. Ros, sarapannya mana?


Maruti:

Dik Milah ini aneh. Tinggal serumah sama istri-istrinya mas Kusmiyanto kok malah senang.


Dumilah:

Iya dong. Pada dasarnya, saya tidak suka kesepian mbak Mar, eh… sori, mbak Rut. Dulu waktu masih tinggal di rumah kontrakan, uih… sepi banget. Untungnya, mas Kus sering mampir ke sana.


Maruti:

Oh… begitu…


Rosmini:

Dasar aneh!


Dumilah:

Lho, apanya yang aneh? Memangnya, selama ini mbak Rut dan mbak Ros tidak bahagia tinggal bersama di sini? (Rosmini dan Maruti hanya terdiam) Terus, kenapa mau dipoligami?



Rosmini:

Kamu sendiri, kenapa mau dipoligami?


Dumilah:

Ah, alasan itu tidak penting. Yang penting, saya senang tinggal bersama di sini. Ramai… seru… bisa, keroyokan…


Rosmini:

Kelainan kamu!


Kusmiyanto:

Ah… sudahlah! Kita semua kan sudah sepakat. Ros, mana sarapannya?


Rosmini:

Sekali-sekali ambil sendiri dong!


Maruti:

Iya, biasa main perintah saja!


Dumilah:

Ya sudah, saya saja yang menyiapkan sarapan buat mas Kus.


Maruti dan Rosmini:

Setuju!


Kusmiyanto:

Minta susu, dik Milah.


Dumilah:

Beres. Aduh, susunya habis mas Kus. Kopi saja ya?


Kusmiyanto:

Ya, apa saja deh. Sekalian rotinya.


Dumilah:

Wah, rotinya juga habis, mas.


Kusmiyanto:

Ya sudah, minum kopi saja kalau begitu. Nggak usah sarapan. Agak cepat dong.


Dumilah:

Nih, kopinya.


Kusmiyanto:

Terima kasih. Duh! Kok pahit sih?


Dumilah:

Ups, sori. Lupa kasih tahu. Gulanya juga habis.




BABAK IV


Kusmiyanto:

Edy…


Edy:

Ya, Pak Kus.


Kusmiyanto:

Sini.


Edy:

Ada apa, pak?


Kusmiyanto:

Sarapan?


Edy:

Aduh, terima kasih. Saya sudah sarapan.


Kusmiyanto:

Lho, bujangan kayak kamu gini, ya ada juga to yang menyiapkan sarapan?


Edy:

Jangan salah, pak. Meski bujangan, saya kan doyan jajan.


Kusmiyanto:

Oh… nakal kamu!


Edy:

Maksud saya, kalau sekedar sarapan, ya tinggal nongkrong di warungnya Sumini to, pak.


Kusmiyanto:

Kalau begitu, saya buatkan kopi saja ya?


Edy:

Kok repot-repot, pak. Tapi… boleh deh.


Kusmiyanto:

Nih, kopinya.


Edy:

Terima kasih, pak. Wah, kopi buatan Pak Kus pas banget rasanya. Dahsyat!


Kusmiyanto:

Kusmiyanto… Eh, tahu nggak. Ya gara-gara kopi buatanku ini, Maruti, Rosmini dan Dumilah, kecantol jadi istriku. Cuma, cara penyajiannya saja yang beda.


Edy:

Beda bagaimana, pak?


Kusmiyanto:

Kalau buat kamu, saya sajikan secara sederhana saja. Ya, seperti ini. Kalau buat mereka, saya sajikan selepas… kelon…


Edy:

Pak Kus ini lho, ada saja…


Kusmiyanto:

Nanti kalau sama istrimu juga harus begitu, Ed. Supaya…


Edy:

Supaya langgeng ya, pak?


Kusmiyanto:

Nggak. Ya, supaya bisa… poligami!


Edy:

Oalah Pak Kus… Pak Kus.


Kusmiyanto:

Tapi… sampai dengan istri yang ke tiga, saya kok masih merasa gelisah ya, Ed.


Edy:

Lho, kenapa, pak?


Kusmiyanto:

Ketiga-tiganya tidak mampu memberikan aku anak. Padahal, alasan aku berkali-kali menikah, karena istri-istriku tidak kunjung memberikan aku anak. Jangan… jangan… ada yang salah dengan aku ya, Ed.

Edy:

Apa tidak coba periksa ke dokter, pak?


Kusmiyanto:

Untuk apa? Aku ini keturunan keluarga besar lho, Ed.


Edy:

Ya, kan tidak ada salahnya mencoba. Eh… begini saja. Saya punya ramuan mujarab, dari Arab. Mungkin ini bisa membantu.


Kusmiyanto:

Mau… mau, Ed.




BABAK V


Dumilah:

Pagi benar mas Kus berangkat. Tumben nggak sarapan. Mobilnya dipakai, ya?


Rosmini:

Ya.


Dumilah:

Aduh… padahal hari ini saya harus mengantar beberapa berlian ke pelanggan-pelanggan.


Rosmini:

Eh, suami kita itu lho, punya tampang pas-pasan, pekerjaannya nggak jelas, body kelebihan, tapi kalau minta makan, duh… macam-macam. Merepotkan.


Dumilah:

Bukan cuma soal makanan saja minta macam-macam. Gayanya juga macam-macam. Maunya sih, kayak yang di film-film gitu. Katanya biar variasi. Kalau tiba-tiba mengi, stroke, bagaimana?


Maruti:

Aduh… memangnya semalam kamu diapain saja sih, Mil?


Dumilah:

Gitu kok ikut trend. Kemauan sih oke, tapi kemampuannya itu lho. Ya, Cuma seperti mengedipkan mata. Blep… pyek… rampung deh. Kan jadi ngedrop, mbak.


Rosmini:

Kalau sampai sekarang kita tidak juga memberikan anak, jangan-jangan… dia bakal kawin lagi. Lho... lho... tapi kalo dia mau kawin lagi, mau kawin sama yang umur berapa? Mbak Maruti sudah 30 tahun, saya 27 tahun, dik Dumilah sendiri 23 tahun. jangan-jangan nanti dia cari janda beranak dua. Terus... kita manggilnya bagaimana? Mbakyu? Bude? Tante? Ah... ruwet. Terus, bagaimana mbak Maruti?


Maruti :

Kalo begitu, sudah saatnya kita merapatkan barisan untuk memboikot mas Kus. Enak saja. Lagi pula, kita kan belum pasti nggak bisa ngasih anak. Jangan-jangan malah dia yang...





BABAK VI


Istri-istri mulai saling melempar kewajiban melayani Kusmiyanto. Pola pengadeganan bebas.



BABAK VII


Suasana sarapan pagi yang dingin. Masing-masing tidak saling berbicara. Begitu Kusmiyanto memulai pembicaraan, semua istri mengakhiri sarapan dan berangkat ke kantor. Pengadeganan bebas.



BABAK VIII


Ruang lamunan tokoh-tokoh, dimana masing-masing pemain mengeksplorasi panggung menjadi simbol kesendirian para tokoh. Pengadeganan bebas.





BABAK IX


Kusmiyanto:

Selamat pagi, istri-istriku! Wah, hari ini tampak ceria semua.


Dumilah:

Iya, mas Kus. Kami...


Rosmini:

Kami punya kejutan buat mas Kus.


Kusmiyanto:

Kejutan? Wah, apa itu? (istri-istri tersenyum, saling menatap satu sama lain, sambil menunjukkan perut masing-masing) Apa? Betul begitu? (Kusmiyanto mengekspresikan kegembiraan hatinya. Tiba-tiba terdengar dering telepon) Halo, selamat pagi! Betul, saya sendiri. Oh... dokter Prya. Bagaimana, dok? Apa? Tapi, tidak mungkin. Dokter tidak salah diagnosa? Jadi... saya... steril... (Edy masuk, disambut istri-istri dan langsung dilayani bak suami).

No comments: